29 March 2011

KISAH SEBUAH EMBER

Seorang pemikul air di India memiliki 2 buah ember. Masing-masing ember tergantung di ujung pikulan yang ia pikul dengan bahunya. Salah satu ember dalam keadaan bocor, sedang ember yang satunya lagi sempurna. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari sumber air ke rumah tuannya, ternyata air ember yang bocor tinggal setengahnya, sedang di ember yang satu lagi tetap penuh. Ember yang bocor merasa malu dengan ketidak sempurnaannya krn ia hanya mampu membawa setengah dari yang diharapkan. Ember yang sempurna merasa bangga dengan prestasinya karena seluruh kewajibannya dapat diselesaikan.

Setelah 2 tahun berjalan, ember yang bocor tidak tahan lagi dan ia pun berkata kepada tuannya,”Aku merasa malu sekali dan ingin meminta maaf atas ketidak mampuanku.” “Mengapa engkau harus malu?” tanya pemikul air itu. “Karena selama 2 tahun ini, aku tidak mampu melakukan tugas dengan sempurna, aku hanya bisa menyelesaikan setengah dari kewajibanku, padahal engkau telah bersusah payah membawaku. Lubang pada tubuhku ini menyebabkan air bocor sepanjang jalan” jawab sang ember.

Si pemikul air berkata, “Apakah kamu memperhatikan bahwa di sepanjang jalan, pada sisi kamu berada penuh dengan bunga yang indah, sedang di sisi lain tidak?” “Memang benar, aku telah memperhatikannya,” kata sang ember. Kemudian si pemikul air itu melanjutkan, “Itu terjadi karena aku tahu kekuranganmu dan aku memanfaatkan kelemahanmu. Aku telah menabur bunga di sepanjang sisimu dan kamu telah menyiramnya setiap hari. Dan hasilnya? Setiap hari selama 2 tahun ini aku dapat menghias meja tuanku dengan bunga-bunga yang indah, yang kamu sirami setiap hari”.

Ketahuilah, bahwa memang kita semua memiliki kekurangan, namun bila kita mau, TUHAN dapat menggunakan kekurangan itu untuk menghias meja BAPA di surga dan memuliakanNYA. Jangan kuatir dengan kekurangan kita, karena pada kelemahan dapat kita temukan kekuatan! Terkadang apa yang menjadi kekurangan kita, justru bisa menjadi kelebihan kita. Amin…!! Tuhan memberkati…

26 March 2011

mengapa menjadi manusia ?!

Suatu ketika, ada seorang pria yang menganggap Natal sebagai sebuah takhayul belaka. Dia bukanlah orang yang kikir. Dia adalah pria yang baik hati dan tulus, setia kepada keluarganya dan bersih kelakuannya terhadap orang lain. Tetapi ia tidak percaya pada kelahiran Kristus yang diceritakan setiap gereja di hari Natal. Dia sunguh-sungguh tidak percaya.


“Saya benar-benar minta maaf jika saya membuat kamu sedih,” kata pria itu kepada istrinya yang rajin pergi ke gereja. “Tapi saya tidak dapat mengerti mengapa Tuhan mau menjadi manusia. Itu adalah hal yang tidak masuk akal bagi saya “

Pada malam Natal , istri dan anak-anaknya pergi menghadiri kebaktian tengah malam di gereja. Pria itu menolak untuk menemani mereka.

“Saya tidak mau menjadi munafik,” jawabnya.

“Saya lebih baik tinggal di rumah. Saya akan menunggumu sampai pulang.”


Tak lama setelah keluarganya berangkat, salju mulai turun. Ia melihat keluar jendela dan melihat butiran-butiran salju itu berjatuhan. Lalu ia kembali ke kursinya di samping perapian dan mulai membaca surat kabar. Beberapa menit kemudian, ia dikejutkan oleh suara ketukan. Bunyi itu terulang tiga kali. Ia berpikir seseorang pasti sedang melemparkan bola salju ke arah jendela rumahnya. Ketika ia pergi ke pintu masuk untuk mengeceknya, ia menemukan sekumpulan burung terbaring tak berdaya di salju yang dingin. Mereka telah terjebak dalam badai salju dan mereka menabrak kaca jendela ketika hendak mencari tempat berteduh.

Saya tidak dapat membiarkan makhluk kecil itu kedinginan di sini, pikir pria itu. Tapi bagaimana saya bisa menolong mereka? Kemudian ia teringat akan kandang tempat kuda poni anak-anaknya. Kandang itu pasti dapat memberikan tempat berlindung yang hangat. Dengan segera pria itu mengambil jaketnya dan pergi ke kandang kuda tersebut. Ia membuka pintunya lebar-lebar dan menyalakan lampunya. Tapi burung-burung itu tidak masuk ke dalam. Makanan pasti dapat menuntun mereka masuk, pikirnya. Jadi ia berlari kembali ke rumahnya untuk mengambil remah-remah roti dan menebarkannya ke salju untuk membuat jejak ke arah kandang. Tapi ia sungguh terkejut. Burung-burung itu tidak menghiraukan remah roti tadi dan terus melompat-lompat kedinginan di atas salju.

Pria itu mencoba menggiring mereka seperti anjing menggiring domba, tapi justru burung-burung itu berpencaran kesana-kemari, malah menjauhi kandang yang hangat itu. “Mereka menganggap saya sebagai makhluk yang aneh dan menakutkan,” kata pria itu pada dirinya sendiri, “dan saya tidak dapat memikirkan cara lain untuk memberitahu bahwa mereka dapat mempercayai saya. Kalau saja saya dapat menjadi seekor burung selama beberapa menit, mungkin saya dapat membawa mereka pada tempat yang aman.”


Pada saat itu juga, lonceng gereja berbunyi. Pria itu berdiri tertegun selama beberapa waktu, mendengarkan bunyi lonceng itu menyambut Natal yang indah. Kemudian dia terjatuh pada lututnya dan berkata, “Sekarang saya mengerti,” bisiknya dengan terisak.


“Sekarang saya mengerti mengapa KAU mau menjadi manusia.”

15 March 2011

akibat mengabaikan kata hati

14 maret 2011

hari itu, aku mau jenguk kakakku yg di pulogadung
karena jauh, jadi aku nyusul pacar ke kantornya
dan rencananya berangkat bareng..

perjalanan dari angkot satu ke yang lainnya udah biasa
tapi sampai di suatu lokasi bernama ps.jumat
aku berencana naik angkot lain (biasanya naik bis)

naik angkot si merah yang emang sptinya jarang
dan skalinya ada, dia kosong..
akhirnya aku naik itu, dan ga lama baru ada penumpang anak skolah

lama berjalan, naik lagi seorang pemuda, dan di depan pun ada lagi
begitu berulang satu persatu pemuda dgn berbagai model

ada yg pake tas ransel gede kyk mau travelling
ada yg pake baju spt sales kantoran
ada yg pake baju rapih dan wangi, perfect man style (naksir)
yg terakhir pake kaos dan spatu kets ala olahragawan

entah emang dr awal naik si pria pertama
aku jg dah bad feeling, tp msh ngeyel dan males turun
akhirnya cm reflek jaga tas dan hape didalamnya

pria yg kedua udah lirik2 tas si anak sekolah
sedangkan aku dan anak sekolah yg juga wanita itu
diapit 2 pria (total 4 pria)

sampai pd akhirnya, si pria olahragawan mukul lututku
dan dia mengaduh kesakitan kakinya spt kram
dan dia menghalangi jalanku keluar pintu

reflek krn takut, aku pun menyuruh supir berhenti dan aku turun
selagi bayar dan menunggu kembalian, aku melirik anak sekolah itu
dan aku menyuruhnya turun tetapi anak itu hanya menatapku saja

sesaat aku shock, nangis di pinggir jalan dan menelepon pacarku
duduk ditemani orang-orang sekitar yang kebanyakan supir pribadi
dan sampai aku tenang, aku menyadari..

Tuhan sangat menyayangiku skalipun aku sering melupakanNya
Dia masih menjagaku sekalipun aku tidak mendengarkanNya
Dia masih memperingatkanku sekalipun aku membantahNya
Dia masih mengajakku berkomunikasi, tp aku menutup kata hatiku

tapi aku juga merasa bersalah meninggalkan anak sekolah itu
apa yg terjadi padanya?
salahkah aku menyelamatkan seorang diri?
dan meninggalkan dia?

10 March 2011

jerit tangis dalam keheningan

Mama sayang,

Aku di surga sekarang, duduk di pangkuan Tuhan.
Ia mengasihiku dan menangis bersamaku
sebab pedih pilu hatiku.
Begitu ingin aku menjadi putri mungilmu.

Tidak terlalu mengerti aku akan apa yang telah terjadi.
Aku begitu bergairah ketika mulai menyadari keberadaanku.
Aku ada di suatu tempat yang gelap, namun nyaman.
Aku melihat aku punya jari-jari dan jempol.
Aku cantik seturut perkembanganku,
tapi belum siap meninggalkan tempatku.

Aku menghabiskan sebagian besar waktuku dengan berpikir atau tidur.
Bahkan sejak hari-hari pertamaku,
aku merasakan ikatan istimewa antara engkau dan aku.
Kadang aku mendengarmu menangis, dan aku menangis bersamamu.
Kadang engkau berteriak dan memaki, lalu aku menangis.
Aku dengar Papa memaki balik.
Aku sedih dan berharap engkau akan segera baik kembali.
Aku heran mengapa engkau begitu sering menangis.

Suatu hari engkau menangis hampir sepanjang hari.
Pilu hatiku karenanya.
Tak dapat kubayangkan mengapa engkau begitu berduka.

Pada hari itu juga, hal yang paling mengerikan terjadi.
Suatu monster yang amat keji masuk ke tempat hangat dan nyaman di mana aku berada.
Aku sangat takut, aku mulai menjerit,
tapi tak sekalipun engkau berusaha menolong.
Mungkin engkau tak pernah mendengarku…

Monster itu semakin lama semakin dekat sementara aku terus berteriak,
“Mama, Mama, tolong aku…, Mama… tolong aku.”

Suatu teror yang ngeri aku rasakan.
Aku berteriak dan berteriak… hingga tak sanggup lagi.
Lalu monster itu mulai mencabik lenganku.
Sungguh sakit rasanya, sakit yang tak kan pernah dapat kuungkapkan dengan kata.
Monster itu tidak berhenti.
Oh… bagaimana aku harus mohon agar ia berhenti.
Aku menjerit sekuat tenaga sementara ia mencabik putus kakiku.

Sepenuhnya aku dalam kesakitan, aku sekarat.
Aku tahu tak kan pernah aku melihat wajahmu
atau mendengarmu membisikkan betapa engkau mengasihiku.
Aku ingin menghapus butir-butir air matamu.
Aku punya begitu banyak rencana untuk membuatmu bahagia, Mama…
Tapi aku tak dapat. Mimpi-mimpiku musnah sudah.

Walau menanggung sakit tak terperi
pedih dan pilunya hati kurasakan melampaui segalanya.
Lebih dari segalanya aku ingin menjadi putrimu.

Tak ada gunanya sekarang, aku meregang nyawa dalam sengsara tak terkatakan.
Hanya hal-hal buruk yang terlintas di benakku.
Begitu ingin aku mengatakan bahwa aku mengasihimu, sebelum aku pergi.
Tapi, aku tak tahu kata-kata yang dapat engkau mengerti.

Dan segera saja,
aku tak lagi punya napas untuk mengatakannya;
aku mati.

Aku merasa diriku terangkat,
seorang malaikat besar membawaku ke suatu tempat yang besar dan indah.
Aku masih menangis, tapi segala rasa sakit tubuhku sirna sudah.
Malaikat membawaku kepada Tuhan dan membaringkanku dalam pelukan-Nya.
Tuhan mengatakan bahwa Ia mencintaiku, dan bahwa Ia adalah Bapa-ku.
Lalu, aku merasa bahagia.
Kutanya pada-Nya, apa itu yang membunuhku.
Jawab-Nya,
“Aborsi, Aku menyesal anakku; karena Aku tahu bagaimana ngeri rasanya.”

Aku tidak tahu apa itu aborsi;
Aku pikir mungkin nama monster itu.

Aku menulis untuk mengatakan betapa aku mengasihimu…
dan mengatakan padamu betapa ingin aku menjadi putri mungilmu.

Aku telah berjuang sehabis-habisnya untuk hidup, aku ingin hidup…!
Kuat keinginanku, tapi aku tak mampu;
monters itu terlalu kuat…

Dicabik-cabiknya lengan dan kakiku dan akhirnya seluruh tubuhku…
Tak mungkin bagiku untuk hidup.
Aku hanya ingin engkau tahu bahwa aku berusaha tinggal bersamamu.
Aku tidak mau mati!

Juga Mama, berhati-hatilah terhadap monster aborsi itu.
Mama, aku mengasihimu…
Aku sedih engkau harus menanggung rasa sakit seperti yang kualami.

Berhati-hatilah,

Peluk cium,
Bayi Perempuanmu…